Benteng Diri

Bentengi diri dengan ILMU untuk menangkal penyakit syubhat; seperti kekufuran, kebid’ahan dan kesesatan .. Bentengi juga diri dengan SABAR untuk menangkal penyakit syahwat; seperti kemaksiatan, kecerobohan/ketergesa-gesaan, serta kelalaian.. Kemudian, Berusaha untuk IKHLASH dalam menjalankannya agar ditetapkanNya untuk istiqamah diatas keduanya (ilmu dan sabar).. Orang yang JAUH dari Ilmu, akan mudah baginya jatuh dalam kekafiran, kebid’ahan, atau kesesatan. Baik ia sadari maupun tidak ia sadari. Sedangkan orang yang JAUH dari SABAR, akan mudah jatuh kedalam: - Kemaksiatan; jika ia tidak sabar untuk tetap berada diatas ketaatan, dan tidak sabar dalam menjauhi maksiat dan segala sarana menuju kepadanya - Kecerobohan; jika ia tidak sabar untuk besikap tenang. - Kelalaian; jika ia tidak sabar untuk tetap diatas hal-hal yang bermanfa’at, sehingga jatuhlah ia kedalam hal-hal yang melalaikan dan sia-sia. Sedangkan orang yang JAUH dari ke-IKHLASH-an, akan memudahkannya untuk dapat jatuh kembali kepada fitnah syubhat dan syahwat (setelah ia berusaha meninggalkan/menjauhkan-nya), atau akan menyulitkannya untuk keluar darinya (ketika terjatuh ke dalamnya). Walla’hu A’lam

ISTILAH-ISTILAH HUKUM DALAM PERSIDANGAN


Pasal yang disebut di dalam persidangan merupakan suatu ketentuan yang dihubungkan atau dikaitkan dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa (Pidana) atau tergugat (Perdata). Juncto diartikan "dihubungankan/dikaitkan" dapat berupa undang-undang, pasal, ketentuan-ketentuan yang satu dengan undang-undang, pasal, ketentuan-ketentuan yang lainnya dan biasanya disingkat dengan "jo". Misalnya : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, dalam hal ini dapat disingkat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1982. Di dalam suatu persidangan seringkali terdakwa diancam lebih dari 1 (satu) dakwaan maka dibuat ada beberapa dakwaan: Primair dan Subsidair merupakan tingkatan dakwaan. Primair merupakan dakwaan yang paling berat dan harus dibuktikan terlebih dahulu sedangkan Subsidair Subsidair dakwaan yang lebih ringan. Misalnya : Terdakwa terkena 3 kasus : Primair pasal 340 KUHP merupakan pembunuhan yang direncanakan. Subsidair pasal 338 KUHP merupakan pembunuhan biasa Lebih Subsidair pasal 351 KUHP penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain. Sehingga jika dalam pembuktian terdakwa tidak terbukti melakukan dakwaan Primair maka Jaksa dapat menjerat terdakwa dengan dakwaan Subsidair dan jika terdakwa tidak terbukti melakukan dakwaan Subsider maka Jaksa dapat menjerat dengan dakwaan Lebih Subsidair dan seterusnya. Eksepsi merupakan sanggahan/keberatan-keberatan terdakwa atau penasehat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan tetapi belum menyangkut pokok perkara. Replik adalah tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum terhadap isi dari Eksepsi terdakwa/penasehat hukum terdakwa. Duplik adalah tanggapan dari terdakwa atau penasehat hukum terdakwa terhadap isi dari dakwaan. Amar atau diktum yaitu isi dari putusan pengadilan. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang harus dilaksanakan oleh terpidana (kasus pidana) tergugat (kasus perdata)